Pages

Sunday, 31 January 2016

CIANCANG DAN GUNUNG DJATI DESA UTAMA




                                                KI EMUH KUNCEN GUNUNG DJATI DESA UTAMA
 

A.      Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Ciancang
Kerajaan kecil Ciancang yang setara dengan Kabupaten di Priangan di bawah kekuasan Kerajaan Mataram berawal dari Kerajaan Galuh Kertabumi yang didirikan oleh  Raja Galuh Maharaja Sanghiyang Cipta yang berkedudukan di Salawe Cimaragas. Selanjutnya putri raja Galuh yang bernama Tanduran Ageung menikah dengan Rangga Permana putra Prabu Gesan Ulun Raja Sumedang Larang. Setelah menikah diberi hadiah daerah Muntur ditepi sungai Cimuntur maka berdirilah kerajaan Galuh Kertabumi.  Kertabumi yang berpindah – pindah ke Pataruman di daerah Banjar pada tahun  1608 – 1618  oleh  Dalem  Wiraperbangsa atau Rd. Ad singaperbangsa I,  kemudian berpindah lagi oleh Adipati Singaperbangsa II ke Liunggunung pada tahun 1630 – 1641 M. Tidak sampai di situ, pusat pemerintahan berpindah lagi ke Bojong Lompang oleh Singaperbangsa III atau Dalem Pagergunung pada tahun 1641 – 1654 M. Dan sekali lagi berpindah ke Ciancang pada tahun 1655 M oleh Adipati Panatuyuda I atau Wiraperbangsa IV. Alasan perpindahan itu dikarenakan atas dasar rekomendasi  keluarganya yang berkeinginan mendekati leluhurnya yaitu Prabu Dimuntur. Selanjutnya berpindah lagi ke Ciancang karena wilayah Ciancang di anggap sangat strategis dekat dengan pemerintahan pusat 
 
Di bawah kekuasan Mataram, para bupati di priangan berkuasa seperti raja. Kehidupan mereka mirip dengan kehidupan raja – raja dalam ukuran lebih kecil. Setiap raja kecil ini atau biasa disebut bupati ini memiliki simbol – simbol kebesaran, seperti songsong ( payung kebesaran ), pakian kebesaran, senjata pusaka, kandaga ( kotak perangkat kebesaran upacara ), kuda tunggang, dan lain – lain. Mereka juga memiliki pengawal Khusus dan bersenjata. Atas dasar itu, dalam pandangan rakyat, bupati memilki otoritas penuh, baik sebagai kepala daerah maupun sebagai pemimpin tradisioanal. Hal ini berarti bupati di priangan seolah – olah berfungsi dan berperan sebagai wakil penguasa Mataram atau raja kecil tetapi masih di bawah kekuasaan Mataram.
Kedudukan dan kekuasan bupati diperkuat lagi oleh hak istimewa bupati untuk mewariskan jabatan. Salah satu bukti bahwa bupati di priangan mendapatkan hak mewariskan jabatan dan kekuasan penuh atas dasar daerahnya adalah Piagam Sultan Agung yang bertiti mangsa 9 Muharam tahun Jim Akhir yang diberikan kepada Bupati Surakarta. Dalam piagam itu antara lain disebutkan hak bupati untuk meguasai daerah hingga tujuh turunan.Selain mendapatkan hak untuk mewariskan jabatan, raja kecil ini juga memperoleh hak untuk memungut pajak berupa uang, tenaga kerja ( ngawula ), berburu, menangkap ikan, dan mengadili kecuali hukuman pidana mati.
Tinggi rendahnya kedudukan bupati dalam pemerintahan dapat diketahui dari gelar kepangkatan yang disandangnya. Hiererarki ke pangkatan bupati dari bawah ke atas adalah: tumenggung-aria-adipati-pangeran.Gelartumenggung diperoleh secara langsung pada waktu diangkat menjadi bupati, sedangkan gelar aria, adipati, diperoleh karena kondite yang baik dan telah menunjukan jasa yang pantas dihargai. Selain memiliki gelar kepangkatan, bupati di priangan juga memiliki gelar kepriyaian, yaitu raden.
Menurut keterangan yang didapatkan penulis dari berbagai sumber , Daerah Ciancang pernah di serang oleh para penjarah atau lazim disebut dengan nama Pasukan Wetan sebanyak tiga kali. Pada waktu itu penjarah dari Banyumas sekitar 2.000 orang menyerang Ciancang yang mengakibatkan banjir darah. tempat kejadian perkara tersebut di duga  berada di dusun Cibeureum desa Utama ( Ciancang ) kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis. Penyerangan dilakukan tiga kali, yaitu :
  1. Pada masa pemerintahan Ny. Rd. Ayu Rajakusumanagara / Dalem Isrtri ( 1718 – 1736 M  ).
  2. Pada masa Dalem Adipati Jayakusu Manggala / R.d. Tum. Wiramnatri II ( 1736 – 1762  M  ).
  3. Pada masa Dalem Adipati Surianagara / R.d Tumenggung Wiramantri IV ( 1787 – 1789 M ).
Pada saat terjadinya penyerangan Ny. Rd. Tejakusuma di duga lari menghindari serangan yang dilakukan oleh penjarah dari Banyumas itu. Beliau selamat dan mempunyai keturunan.
Atas dasar penyerangan itu pada masa Kyai Mas Jalipan / panembahan Warganala IV, nama Ciancang di hapuskan dan diganti menjadi Utama dengan perhitungan mundur dari bilangan Nista ( tiga ), Maja ( dua ), dan Utama ( satu ).
B.       Hubungan  Kerajaan Ciancang Dengan Kerajaan Galuh
Ciancang di dirikan pada tahun 1655 oleh  Dalem Wirasuta atau Wiraperbangsa VI  yang bergelar Adipati Panatayuda I perpindahan dari Kertabumi. Beliau mahir bela diri sehingga  mendapat julukan Mas Galak. Beliau menjadi bupati Ciancang selama tiga tahun karena mendapat tugas menjadi bupati Karawang dan membasmi para penjahat  yang sering mengganggu ketertiban wilayah Mataram sebelah barat. Ketika beliau menjadi bupati Karawang kekuasaan Ciancang di pegang oleh anak bungsunya yaitu Candramerta. Wirasuta adalah putra dari Apun Pagergunung ( bupati Kertabumi IV ) beristeri Nyai Ajeng Asrinagara, puteri Dalem Jangpati Jangbaya. Apun Pagergunung ( bupati Kertabumi IV ) ayahnya adalah Apun Tambakbaya  ( Bupati Kertabumi V ). Sang Raja Cita ( Adipati Kertabumi I ) adalah ayah dari Apun Tambakbaya. Silsilah ini sampai pada Prabu Dimuntur pendiri Kerajaan Galuh Kertabumi. Bila ditelusuri lebih jauh Ciancang adalah tetesan dari darah  Prabu Dimuntur atau Pangeran Rangga Permana. Pendiri Kerajaan Galuh Kertabumi ini adalah putra dari Prabu Geusan Ulun ( Sumedang Larang ). Kerajaan Sunda runtuh akibat serangan Maulana Yusuf dari Banten, Maharaja Sanghiyang Cipta Di Galuh tampil penguasa Kerajaan Galuh yang berdiri sendiri dan bertahan hingga 1595 Pusat kekuasaannya terletak di sekitar Cimaragas.
Maharaja Sanghiyang Cipta Permana Di Galuh merupakan Raja Galuh terakhir yang beragama Hindu dan setelah meninggal jasadnya dilarung diCiputraPinggan.Maharaja Sanghiyang Cipta Di Galuh memiliki tiga orang putra, yaitu Tanduran Ageung (Gayang) di Kertabumi; Cipta Permana (di Galuh Gara Tengah); Sanghiyang Permana (di Kawasen).Prabu Cipta Permana masuk Islam karena beliau menikah dengan Tanduran Tanjung Putri Maharaja Mahadikusumah ( Tanduran Di Anjung ) penguasa Kawali yang bergama Islam, karena Kawali mulai tahun 1570 M sudah dibawah kekuasaan Cirebon.



                       Bupati Kertabumi I
1.        Sang Raja Cita ( 1602 – 1608 ) Bupati Kertabumi II
2.        Singa Perbangsa I  ( 1608 – 1618 ) Bupati Kertabumi III
3.        Singa Perbangsa II ( 1630 – 1641 )  Bupati Kertabumi IV
4.        Singa Perbangsa III ( 1641 – 1654 ) Bupati Kertabumi V
5.        Singa Perbangsa IV ( 1654 – 1656 )  Bupati Kertabumi VI
( Memindahkan dari  Bojong Lompang   ke Ciancang )

BUPATI  CIANCANG
1.        Dalem Apun Candramerta / Rd. Tumenggung Candramerta ( 1656 – 1658  M )
2.        Dalem Demang Sutabaya / Rd Adipati Singanagara ( 1658 – 1675 M )
3.        Dalem Wiranagara / Rd. Tumenggung Warganata ( 1675 – 1683  M )
4.        Dalem Apun Puspanagara / Rd. Tumenggung Jiranagara ( 1683 – 1685 M )
5.        Pangeran Warganagala I ( 1685 – 1700 M )
6.        Dalem Apun Candramerta ( 1700 – 1714  M )
7.        Ny. Rd. Ayu Rajakusumanagara / Dalem Isrtri ( 1718 – 1736 M  )
8.        Dalem Wertayana / R.d Tumenggung Wiramnatri ( 1718 – 1736 M  )
9.        Dalem Adipati Jaya Manggala / R.d. Tum. Wiramnatri II ( 1736 – 1762  M  )
10.     Dalem Adipati Suriakusuma / R.d. Tumenggung Wiramantri III ( 1762 – 1787  M )
11.     Dalem Adipati Surianagara / R.d Tumenggung Wiramantri IV ( 1787 – 1789 M )
dan ( 1791 – 1803 M  )
12.     Panembahan Warganala IV / kyai Jalipan ( 1789 – 1791 M  )








 

C.      Upaya Pelestarian Peninggalan – Peninggalan Kerajaan Ciancang
Indonesia yang memiliki wilayah cukup luas dengan daratan hampir dua juta km², terdiri dari berbagai ragam bentuk muka bumi dan alam. Ragam dan bentuk muka bumi ini lah yang menentukan wajah budaya bangsa. Keanekaragaman komponen alam ini bisa menjadikan dua kemungkinan. Pertama bisa memacu bangsanya untuk berkreasi atau sebaliknya. Dengan alam yang aman dan subur bisa juga menjadi bangsanya bermalas - malasan karena dimanja kenikmatan alam.
Alam yang berubah – ubah cenderung mempengaruhi terhadap budaya manusia. Kekayaan alam dan budaya merupakan warisan bangsa indonesia yang tak ternilai dan perlu dilestarikan. Melestarikan alam dan budaya bangsa merupakan hal yang tidak mudah. Kewajiban manusia lah melalui kemampuanya untuk terus berupaya melestarikan. Sebab alam dan budaya memiliki arti dan peran strategi dalam menjaga kelanjutan dan eksistensi budaya bangsa, seperti pepatah sunda yang berbunyi “ Budaya teh cicirieun bangsa, jaya budayana tinangtu jaya bangsana ”. Ungkapan pepatah tersebut mengandung makna bahwa budaya adalah jati diri bangsa, kalau jaya budayanya tentu juga jaya bangsanya.
Warisan budaya bangsa ada yang bersifat tangible dan intangible. Warisan yang bersifat tangible adalah warisan yang dapat dipegang dan dipandang. Sedangkan intangible adalah warisan sistem kepercayaan, folkore, bahasa, upacara adat dan sebagainya. Untuk melestarikan warisan yang bersifat tangible pemerintah Indonesia pada tanggal 21 maret  1992 menerbitkan Undang - undang No. 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya sebagai pengganti dari Monumen Ordonantie No. 19 tahun 1931 yang dibuat oleh Hindia Belanda yang dianggap sudah tidak sesuai lagi. Undang – undang No. 5 tahun 1992 memuat tentang ketentuan, tujuan, maupun peraturan yang berkaitan dengan penguasaan, pemilikan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pengelolaan, pemanfaatan, pengawasan, ketentuan pidana dan peralihan BCB ( Benda Cagar Budaya ).
Peninggalan sejarah alam dan budaya dalam UU No. 5 tahun 1992 dipersempit menjadi BCB dan situs.
Batasan BCB menurut pasal No 1 adalah :
1)        Benda buatan manusia, bergerak maupun tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian – bagiannya atau sisa – sisanya, yang berumur sekurang – kurangnya 50 ( Lima puluh ) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
2)        Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah,  dalam pasal 2 adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamannya.( Katalog “Museum Generasi Muda”, Islamik Center, 2009 : 9 )
BCB bergerak adalah benda buatan manusia yang dapat dipindahkan dengan mudah tanpa merusak struktur, tempat keberadaan benda tersebut sebagai contoh : keris, perhiasan, naskah kuna, bagian bangunan, arca dll. Sedangakan BCB tidak bergerak adalah suatu benda yang sukar dipindahkan, apabila dipindahkan akan merusak tempat kedudukan benda tersebut, contoh : bangunan, monumen, goa, bekas pondasi dan sebagainya.
Penanganan warisan intangible belum memeperlihatkan hasil sesuai harapan bahkan belum ada peraturan yang secara khusus menjamin kelestariannya, sehingga dengan kuatnya pengaruh luar dan makin berkurangnya kesadaran masyarakat atas pentingnya warisan yang menyimpan sejumlah nilai, pengetahuan dan kearifan yang dapat dijadikan landasan, tuntunan bagi perkembangan budaya kita di khawatirkan akan terus mengkikis keberadaannya. Dengan dikeluarkanya Perda No. 5,6,7 oleh pemerintahan Provinsi Jawa Barat tahun 2003 diharapkan pelestarian, perlindungan, pemanfaatan, dan pengembangan warisan budaya dapat terakomodasi.
Ciancang meninggalkan benda – benda yang diduga mengandung sejarah tentang Kerajaan Ciancang yang sebagian besar berbentuk keris, tombak, dan dua buah sumur batu. Benda – benda ini disimpan di salah seorang warga yang mempunyai garis keturunan raja kecil Ciancang sedangkan dua buah sumur batu berada di Dusun Bojongnangoh yang sekarang di manfaatkan warga untuk keperluan sehari – hari masyarakat.
Peninggalan – peninggalan Kerajaan Ciancang hanya benda – benda pusaka dan sumur batu. Berbeda dengan Galuh Kertabumi  meninggalkan tradisi yang masih dipertahankan oleh masyarakat sekitar, yaitu Tradisi Merlawuh, adalah tradisi persembahan do’a kepada tuhan dengan menyajikan berbagai makanan dari sejenis air dan beras yang dilakukan di sekitar makam yang disinyalir sebagai makam pendiri Galuh Kertabumi. Hal ini dapat dipahami  karena daerah Ciancang sudah terpengaruhi Islam dari Mataram dan Cirebon yang sangat kuat. Fakta ini dapat diperkuat dengan para pemimpinnya yang bergelar Kyai seperti Kyai Mas Jalipan. Kyai Mas Jalipan adalah seorang panglima perang Ciancang berdarah dari keluarga Agamawan salih masih berdarah Cirebon. Ajaran Islam di Ciancang atau Utama masih melekat kuat di masyarakat setempat sampai sekarang, bahkan di tatar Galuh Ciamis daerah Utama terkenal dengan sebutan daerah pesantren
Adapun langkah – langkah pelestarian yang dilakukan selama ini adalah dengan pemeliharan benda pusaka, partisipasi masyarakat dan  pemerintahan daerah.
Pencarian dan penulusuran benda – benda pusaka peninggalan Ciancang adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh salah seorang warga yang mengaku keturunan Bupati Ciancang. Beliau mencari bahkan membeli benda – benda pusaka yang berserakan di masyarakat. Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat luar Desa Utama bukan masyarakat desa asli Utama. Hal ini terjadi karena tingkat kesadaran dan pengetahuan akan sejarah desanya sendiri sangatlah kurang.
Ciancang merupakan daerah kabupaten di masa Kerajaan Mataram dan masa VOC. Nama Ciancang di rubah  menjadi Utama pada masa VOC karena ada penyerangan dari pasukan wetan. Pusat pemerintahan Ciancang berada di perbukitan antara perbatasan Desa Utama dengan Desa Sukamaju. Hal ini dapat di pahami karena pusat pemerintahan Ciancang di batasi dengan sungai dan parit tujuannya adalah  agar dapat menghalau serangan musuh
Pemeliharaan benda pusaka maupun situs Ciancang seyogyanya mayarakat harus ikut berpartisipasi. Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang tinggal dan hidup dalam status sosial yang berbeda dengan tertib. Adapun yang menjadi objek amatan atau objek penelitian ini adalah sekelompok masyarakat yang mencintai akan sejarahnya Ciancang. Partisipasi masyarakat setempat sangatlah di butuhkan  karena bisa menjadi objek wisata yang bisa membuka peluang pendapatan perekonomian . Untuk itu masyarakat harus ikut serta dalam melestarikan peninggalan – peninggalan Ciancang.  Pada umumnya masyarakat tidak mengetahui akan sejarahnya desa sendiri. Adanya Desa Utama tidak lepas dari sejarahnya. Sejarah bukan hanya untuk diceritakan namun dapat dijadikan cerminan bagi kehidupan masa yang akan datang. Berbicara Kerajaan Ciancang atau Kabupaten Ciancang  berarti berbicara tragedi di Ciancang lazim disebut dengan Bedah Ciancang dan Banjir darah di Ciancang. Ironisnya Sebagian masyarakat Desa Utama tidak mengetahui akan tragedi ini. Jika masyarakat ingin mengetahui sejarah desanya secara otomatis mereka akan bertanya – tanya mengenai peninggalan – peninggalan leluhurnya sehingga tertanam pada diri mereka rasa kebanggaan menjadi warga Desa Utama dan tertanam keinginan untuk memelihara peninggalan – peniggalan yang sudah ditemukan sebagai contoh sumur batu yang berada di dusun Bojongnangoh Desa Utama Kecamatan Cijeunjing. Dengan kata lain masyarakat acuh tak acuh kepada saksi bisu akan perjalanan Kerajaan Ciancang
Selain itu di kalangan masyarakat awam nama Ciancang identik dengan makam para bupati beserta keluarganya yang berada di Gunung Jati tepatnya di dusun Cibereum Desa Utama Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis. Gunung Jati ini masih ada kaitanya dengan Gunung Jati di Cirebon. Gunung Jati di Ciamis adalah tempat menyimpan barang – barang, seperti keris, pedang dan sejumlah uang logam namun terkubur di Gunung Jati. Sedangkan Gunung Jati di Cirebon adalah tempat untuk ziarah. Area makam keluaraga itu di kelilingi oleh pesawahan dan kerap digunakan sebagai tempat keramat oleh masyarakat luar Desa Utama. Ada larangan yang mengandung mitos bagi masyarakat sekitar yaitu, tidak boleh membawa atau menebang kayu di Gunung Jati, apabila sampai terjadi maka kayu itu akan meminta untuk di kembalikan ke tempat semula.
Mengingat begitu dangkalnya akan pengetahuan sejarah wilayahnya sendiri menjadi kehawatiran penulis, jangan – jangan sejarahnya Ciancang akan punah begitu saja. Oleh sebab itu penulis melanjutkan wawancara ke masyarakat lain yang dinilai sebagai orang yang menelusuri sejarahnya Ciancang. Namun  fakta yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Ia mengatakan bahwa peninggalan Ciancang berserakan dimana – mana tersebar di seluruh masyarakat luar daerah bukan masyarakat dalam daerah Utama.
Berdasarakan beberapa pendapat maka penulis menyimpulkan bahwa bagi kalangan masyarakat baik mayarakat biasa maupun masyarakat pegawai negeri, diketahui bahwa upaya pelestarian peninggalan – peninggalan kerajaan kecil Ciancang dari Masyarakat masihkurangdalampelestariannya, masyarakathanyamengabadikannama Ciancang dalam organisasi kepemudaan yaitu, organisasi Karang taruna Ciancang. Bahkan mereka mengatakan bahwa pemerintah yang harus memelihara dan melestariakn peninggalan Ciancang, bukan masyarakat. Masyarakat juga menyinggung tentang pemeliharaan dua buah sumur batu  peninggalan Ciancang yang kurang pemeliharaannya. Padahal dua sumur batu itu sangat bermanfaat bagi masyarakat baik dari bidang ekonomi, sosial dan budaya.
Pemerintahan daerah juga seharusnya ikut melestrikan peninggalan Ciancang karena pemerintahan daerah merupakan pelindung dan pengayom masyarakat, pemerintah daerah seharusnya mampu mejadi pelindung benda cagar budaya yang bersifat lokal. Peranan pemerintah daerah dan pusat sangat dibutuhkan karena  secara kelembagaan pemerintah desa bisa bekerja sama dengan Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Ciamis. selain itu pemerintahhan daerah Desa Utama pada masa Agus Nurulsyam, S.ip., Ms,i sekarang ini masih menelusuri peninggalan – peninggalan dan sejarahnya Ciancang. Guna memelihara peninggalan – peninggalan leluhurnya supaya bisa di nikmati oleh generasi mereka.


untuk

No comments:

Post a Comment